Manurung sipolin-polin
MANURUNG
United adalah versi moderen dari tagline yang sudah berurat berakar
selama berabad-abad : Manurung sipolin-polin. Manurung satu warna,
itulah terjemahan bebas istilah bahasa Batak kuno ini. Sebuah wasiat suci yang
diwariskan turun-temurun, agar setiap marga Manurung menjaga kesatuan dan
solidaritas Manurung untuk selamanya.
Manurung
sipolin-polin adalah buah kearifan para leluhur Manurung yang memiliki visi
futuristik, bahwa setelah mereka berlalu ada kemungkinan keturunannya mengalami
perpecahan. Potensi ke arah itu memang ada berhubung Raja Manurung memiliki
tiga anak : Hutagurgur, Hutagaol, Manoroni. Namun berkat adanya wasiat
suci tadi, sampai detik ini Manurung masih satu.
Kalau
dibandingkan dengan perpecahan di banyak marga yang umumnya disusul dengan
“proklamasi” marga baru, keutuhan Manurung hingga detik ini merupakan prestasi
yang menarik untuk dikaji. Manurung adalah salah satu marga tertua, merupakan
generasi keenam dari leluhur etnis Batak yaitu Raja Batak. Kalau dicermati
silsilah marga-marga lain, sebagian besar sudah pecah pada generasi keempat.
Tak sedikit di antara sub-sub marga kemudian pecah lagi, membentuk sub-sub
marga baru yang nantinya bakal pecah lagi berkali-kali.
Tidak
ada maksud menepuk dada atau menyombong dengan mengemukakan fakta ini. Bangga
memang ya, karena leluhur Manurung ternyata sangat arif dan futuristik. Hanya
dengan sebuah tagline atau semboyan yang sederhana, mereka berhasil
mengikat keturunannya–puluhan generasi kemudian–untuk tetap mengibarkan satu
bendera : Manurung United.
MESKI
belum tersedia data statistik yang valid, bisa dikatakan, Manurung adalah salah
satu marga terbesar di antara sekitar 400 marga Batak. Di Tapanuli, marga ini
memiliki “home base” yang lumayan luas, terentang dari Parapat sampai Porsea,
mencakup hampir setengah luas wilayah Kabupaten Toba Samosir. Sedangkan di
perantauan, hampir di semua kota di Indonesia ada marga Manurung. Mayoritas
bermukim di Jakarta, Bogor, Tangerang. Depok dan Bekasi.
Baik
di kampung halaman maupun di perantauan, Manurung punya reputasi bagus sebagai
marga yang cinta damai. Kaum prianya rata-rata berperangai tenang, kuat
pengendalian diri dan lebih suka menyelesaikan perselisihan dengan berunding
atau diplomasi. Mungkin karena karakternya itulah, sedikit sekali marga
Manurung yang menjadi anggota TNI, Polri atau preman.
Ada
juga faktor lain yang membuat kaum pria Manurung cenderung mengekang diri dan
kurang garang dalam interaksi sosial sesama orang Batak, yaitu lantaran banyak
betul marga yang memanggilnya Tulang (paman dari garis ibu) , karena ibunya,
neneknya atau leluhurnya beberapa generasi ke atas adalah boru Manurung
(perempuan bermarga Manurung). Kedudukan Tulang sangat terhormat di dalam
masyarakat Batak, maka yang bersangkutan “terpaksa” menjaga sikap dan perbuatan
agar sesuai dengan kedudukan itu.
Salah
satu marga yang lahir dari rahim boru Manurung adalah Tambunan. Leluhur
marga ini bahkan terlahir di kampung halaman Manurung di daerah Sibisa. Fakta
historis ini sudah menjelaskan dengan sendirinya, Manurung memang baik hati dan
mengayomi bere atau keponakannya. Hal inilah yang membuat para sepupu Tambunan
yang tergabung dalam rumpun marga Silahi Sabungan ikut menghormati
Manurung sebagai Tulang.
Fakta
tersebut di atas, betapa banyak marga yang menghormati Manurung sebagai Tulang,
sebenarnya merupakan anomali atau kenyataan yang ganjil. Kenapa? Karena
bertolak belakang dengan sifat umum kaum prianya, kaum perempuan (boru)
Manurung justru terkenal agresif, garang, nekad dan independen. Selain itu,
jarang sekali boru Manurung berwajah cantik, tapi ternyata malah laris manis
dan menjadi ibu yang melahirkan banyak marga di kalangan etnis Batak.
Kenapa
bisa begitu ? Ternyata di balik sikapnya yang pemberang, garang dan pembangkang
(plus cerewet juga), boru Manurung selalu berbakti secara total demi
meningkatkan kesejahteraan dan mengangkat harkat serta martabat keluarga
suaminya. Mereka dikenal pekerja keras, ulet dan tidak jaim, sehingga pekerjaan
kasar pun dilakoni. Kalau martabat keluarga suaminya direndahkan orang lain,
dia akan maju paling depan melabrak pelakunya.
Fakta
yang kontradiktif inilah yang melambungkan reputasi boru Manurung, sehingga
banyak marga yang mendambakannya menjadi menantu. Dan itu pula salah satu
faktor yang membuat marga lain menaruh hormat pada Manurung.
Jika menurut sobat artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.